Pelestari Kisah-kisah Kehidupan

23.43 Redaksi 0 Comments


“Macopat neka essena careta odi'na manossa. Sareng dhuwa-dhuwa kasalamettan. Tojjuanna manyingla manossa dari ate-ate se jube', mon ekatarema sareng Allah.”

Namanya Muttahir. Sekarang sudah berumur 65 tahun. Ia adalah salah satu pelaku seni tradisi Macopat yang tinggal di kampung Langai. Ia lahir dan besar di kampung Langai. Istrinya seorang tunanetra dan mereka masih belum dikaruniai anak. Selama 49 tahun, Muttahir tekun melakukan Macopat. Biasanya diundang oleh masyarakat yang mengadakan selamatan ruwat (arokat). Ritual arokat tujuan utamanya adalah untuk memohon doa keselamatan. Baik keselamatan anak, pengantin, pekarangan, dan keluarga. Muttahir melakukan tradisi Macopat dibantu oleh temannya; pak Kus, pak Ram, dan pak Bayu. Mereka bergantian membaca kitab Macopat yang menceritakan tentang kisah-kisah. Kisah mengenai Pandawa Lima, Kalimasodo, silsilah nabi, dan sejarah penyebaran agama Islam.

Sampai sekarang, meskipun usia mereka sama-samasudah lanjut, masih sering dapat undangan untuk Macopat. Seringnya di wilayah sekitaran Kecamatan Panarukan dan Situbondo. Imbalan yang didapat sekali melakukan Macopat sebesar 400 ribu. Lalu imbalannya dibagi rata di antara mereka. Saat kami mendatangi rumah Muttahir. Sedikit Ia membacakan kisah dalam kitab Macopat. Suaranya merdu dan menenangkan. Selama berbincang dengan Muttahir, Ia lebih banyak mendominasi pembicaraan. Bercerita banyak tentang kisah-kisah sejarah Islam hubungannya dengan tradisi. Ia menerangkan tentang cerita dan ritus dalam tradisi Hindu yang dimodifikasi oleh sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo sebagai penyebar Islam tidak menghancurkan tradisi Hindu, tapi Ia menyerapnya, lalu disesuaikan dengan akidah Islam. Sehingga lahirlah kisah-kisah dalam Macopat tentang kehidupan tradisi dan agama.


Muttahir adalah pelestari seni tradisi Macopat yang memang berkembang di masyarakat Situbondo. Sejak dulu, masyarakat Situbondo biasa melakukan rokat sebagai bentuk kepercayaan religius mereka. Tetapi, akhir-akhir ini, menurut Muttahir, sudah tidak sebanyak dulu orang-orang yang arokat menggunakan Macopat. Mereka menggantinya dengan pengajian-pengajian. Ketika ditanya tentang kelanjutan tradisi Macopat yang Ia tekuni sampai sekarang. Ia hanya menjawabnya dengan suara datar, “samangken ampon sobung nak-kanak ngode se nerrosagi tradisi Macopat”. []



0 komentar: