Pelestari Kisah-kisah Kehidupan
“Macopat neka essena careta odi'na manossa. Sareng dhuwa-dhuwa
kasalamettan. Tojjuanna manyingla manossa dari ate-ate se jube', mon ekatarema
sareng Allah.”
Namanya Muttahir. Sekarang sudah berumur 65 tahun. Ia adalah salah satu
pelaku seni tradisi Macopat yang tinggal di kampung Langai. Ia lahir dan besar
di kampung Langai. Istrinya seorang tunanetra dan mereka masih belum dikaruniai
anak. Selama 49 tahun, Muttahir tekun melakukan Macopat. Biasanya diundang oleh
masyarakat yang mengadakan selamatan ruwat (arokat). Ritual arokat tujuan
utamanya adalah untuk memohon doa keselamatan. Baik keselamatan anak,
pengantin, pekarangan, dan keluarga. Muttahir melakukan tradisi Macopat dibantu
oleh temannya; pak Kus, pak Ram, dan pak Bayu. Mereka bergantian membaca kitab
Macopat yang menceritakan tentang kisah-kisah. Kisah mengenai Pandawa Lima,
Kalimasodo, silsilah nabi, dan sejarah penyebaran agama Islam.
Sampai sekarang, meskipun usia mereka sama-samasudah lanjut, masih sering dapat
undangan untuk Macopat. Seringnya di wilayah sekitaran Kecamatan Panarukan dan
Situbondo. Imbalan yang didapat sekali melakukan Macopat sebesar 400 ribu. Lalu
imbalannya dibagi rata di antara mereka. Saat kami mendatangi rumah Muttahir.
Sedikit Ia membacakan kisah dalam kitab Macopat. Suaranya merdu dan
menenangkan. Selama berbincang dengan Muttahir, Ia lebih banyak mendominasi
pembicaraan. Bercerita banyak tentang kisah-kisah sejarah Islam hubungannya
dengan tradisi. Ia menerangkan tentang cerita dan ritus dalam tradisi Hindu
yang dimodifikasi oleh sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo sebagai penyebar Islam
tidak menghancurkan tradisi Hindu, tapi Ia menyerapnya, lalu disesuaikan dengan
akidah Islam. Sehingga lahirlah kisah-kisah dalam Macopat tentang kehidupan
tradisi dan agama.
Muttahir adalah pelestari seni tradisi Macopat yang memang berkembang di
masyarakat Situbondo. Sejak dulu, masyarakat Situbondo biasa melakukan rokat
sebagai bentuk kepercayaan religius mereka. Tetapi, akhir-akhir ini, menurut
Muttahir, sudah tidak sebanyak dulu orang-orang yang arokat menggunakan
Macopat. Mereka menggantinya dengan pengajian-pengajian. Ketika ditanya tentang
kelanjutan tradisi Macopat yang Ia tekuni sampai sekarang. Ia hanya menjawabnya
dengan suara datar, “samangken ampon sobung nak-kanak ngode se nerrosagi
tradisi Macopat”. []
0 komentar: