Festival Kampung Langai

Oleh : Panitia Fastival Kampung Langai
Mengapa ingin membuat kegiatan festival di kampung Langai?
Kami ingin menyatukan teman-teman yang sering berkumpul di rumah baca untuk berkarya bersama. Sekaligus mengedukasi mereka, tidak dalam arti menggurui, tetapi untuk membuat sesuatu berdasarkan kemampuannya sendiri. Teman-teman dirangsang kesadaran dirinya untuk belajar berpikir, menyampaikan idenya, memenuhi kebutuhannya, menghadapi masalahnya, dan menciptakan kar ya-kar yanya. Harapannya mereka bisa saling menyetarakan dan mengapresiasi antara satu sama lain, saling barter ilmu, tukar-menukar teknik, dan saling mengingatkan. Bukan saling berkompetisi, tapi saling berbagi. Bukan untuk kepentingan sendiri, tapi kepentingan bersama.
Kami berupaya untuk membuat kegiatan yang tidak membuat “sakit”. Kami ingin bergembira bersama masyarakat sesuai dengan kemampuan yang kami miliki. Selain itu, kegiatan ini adalah bentuk pertanggungjawaban pada masyarakat, terutama di sekitar lingkungan rumah baca. Kami ingin menunjukkan bahwa komunitas rumah baca Damar Aksara adalah rumah kreasi dan literasi. Dan inilah cara kami menjalin silaturahmi, membangun suasana kekeluargaan dalam pertunjukan (bur-leburen) dan syukuran.

Mengapa diberi nama “Festival Kampung Langai”?
Kami ingin meluruskan makna kata festival sebagai peringatan peristiwa penting dan bersejarah atau pesta kegembiraan bagi masyarakat. Bukannya perlombaan atau kompetisi yang cenderung untuk saling mengalahkan. Jadi, festival ini dilaksanakan sebagai bentuk perayaan.
Kampung langai adalah wilayah di mana rumah baca berdiri. Kami ingin menghibur, mengedukasi, dan mengajak partisipasi warga dalam kegiatan kesenian. Sekaligus kegiatan ini ditujukan untuk menjalin silaturahmi antar warga di kampung Langai dalam satu pementasan seni pertunjukan.

Bagaimana konsep kegiatannya?
Kami sadar bahwa komunitas rumah baca Damar Aksara berasaskan pada organisasi kultural (kekeluargaan). Guru kami adalah alam. Masyarakat dan isinya adalah bukunya. Oleh karena itu, kami harus pandai belajar pada keadaan. Laiknya pepatah, “alam terkembang menjadi guru”.
Kami ingin menyesuaikan “emosi/rasa” yang ada di kampung Langai untuk diangkat ke dalam bentuk seni pertunjukan. Konsepnya adalah merangkum apa yang telah kita baca dari lingkungan sekitar.
Secara tematik, kami mencoba membuat sebuah komposisi bunyi dan gerak. Dikemas dalam satu pertunjukan musik dan tari. Musik-musik yang diciptakan berkategori etnik, modern, dan kontemporer, termasuk dalam tariannya. Hal tersebut menyesuaikan dengan konsep lama dan baru. Seperti di kampung Langai dan Situbondo pada umumnya, ada warga asli dan warga pendatang, ada golongan tua dan golongan muda, ada kota dan ada kampung dsb. Harapannya, karya-karya yang akan disuguhkan dapat menciptakan rekonsiliasi dan memperkuat ikatan silaturahmi di antara kita.
Properti/perlengkapan untuk pertunjukan diambil dari lingkungan kampung Langai. Kami juga mengangkat potensi yang ada di kampung Langai untuk dikenalkan kepada khalayak luas. Harapanya kegiatan “Festival Kampung Langai” bisa menorehkan sejarah baru di Situbondo, yaitu “sejarah tentang festival kampung Langai”.

Siapa saja yang terlibat dalam persiapannya?
Teman-teman jaringan yang selama ini telah menjadi partner berkarya. Mereka berasal dari kalangan komunitas, pelajar, mahasiswa, guru, seniman, dan pemerhati kesenian. Di antara satu sama lain saling mengulurkan bantuannya (urunan) untuk mencukupi kebutuhan pertunjukan. Tak hanya itu, mereka ikut turun langsung bersih-bersih, membuat properti, latihan bersama dan sebagainya. Malah ada teman-teman pelajar yang ikut membantu mengumpulkan donasi.
Tetangga dan warga di sekitar rumah baca juga ikut terlibat. Mereka ikut menyemangati dan membantu menyediakan logistik (makanan dan perlengkapan) secukupnya. Bantuan tersebut adalah “sesuatu” bagi kami.

Bagaimana cara menghadapi kendala-kendala saat persiapan acara?
Sesuatu yang berasal dari keyakinan dan keikhlasan akan memunculkan jawaban tersendiri atas kendala yang muncul. Semakin banyak kendala yang kami hadapi saat proses, akan semakin merapatkan barisan kami. Selain itu, setiap kendala yang muncul, akan membuat otak kami menjadi semakin liar dan semakin keras untuk terus berpikir.
Apa tujuan yang ingin dicapai setelahnya?
Tujuan dari pertunjukan yang sebenarnya adalah setelah selesai pementasan. Dari sana akan ada penilaian dari masyarakat, teman-teman, dan diri kita sendiri.
Semoga teman-teman dapat merefleksikan kemampuan dirinya, berdasarkan pada karya yang sudah dihasilkan. Ke depannya, semoga semakin tumbuh kesadaran untuk memperbaiki kualitas diri dan karyanya. Termasuk menjadi semakin peduli pada lingkungan sekitarnya.
Bagi warga, selain untuk menjalin silaturahmi dan menghibur mereka. Sebenarnya tujuan lainnya adalah untuk menyemangati mereka agar semakin sadar pada pendidikan generasi mudanya dan lingkungan hidupnya. Sehingga, kita bisa bersama-sama menciptakan suasana masyarakat madani.
Tak lupa keberadaan anak-anak kecil di kampung Langai. Keceriaan masa kecil mereka, sangat menyemangati kami untuk berbuat yang terbaik. Kami berharap mereka bisa menyaksikan dan terlibat dalam suguhan  tontonan/pertunjukan yang bisa menjadi tuntunan. []

Pesantren Berbasis Lingkungan Di Situbondo

(Kabar dan Literasi Damar Aksara 2014)

“Syarat untuk menggeluti dan memajukan dunia pendidikan dan kegiatan keagamaan adalah harus ikhlas,lalu sabar.”

Di kampung Langai terdapat satu yayasan bernama Nurul Akbar yang bergerak di bidang pendidikan dan keagamaan. Pengasuhnya adalah Tri Pujiantoro berumur 45 tahun. Profesi sehari-harinya selain sebagai pengasuh yayasan, juga sebagai guru di SMA 1 Kapongan dan dosen di pesantren milik Habib Mustofa (Peleyan-Kapongan).

Tri bercita-cita untuk mengembangkan yayasannya menjadi pesantren berbasis lingkungan. Ia ingin membangun pola pikir bahwa pendidikan dan kegiatan keagamaan harus mengutamakan perbaikan akhlak. Sejatinya manusia hidup seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.


Innama Bu'itstu Li Utammima Makarim (Shalihal) A l- Akhlaq. “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus Allah untuk menyempurnakan kemuliaan (kesalehan) akhlak.” Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Anas Ibn Malik. Sebagai perintis pesantren berbasis lingkungan, Ia tidak menyarankan santri-santrinya menginap di pondok. Mereka diajarkan mengenai pengertian dasar pesantren, bahwa menuntut ilmu bisa dimana saja, tanpa dibatasi pada ruang dan tempat. Jadi, konsepnya adalah membentuk pola pikir santri untuk terus menggali pengetahuan agama dan memperbaiki akhlak dalam kehidupan nyata di masyarakat. Harapannya setiap santri bisa ikut terlibat aktif dalam menjaga kebaikan dan kemaslahatan umat.

###

Tri dan keluarga mulai bertempat tinggal di kampung Langai sejak tahun 2006. Di tahun itu pula, Ia mulai membangun musholah. Musholahnya masih sederhana, terbuat dari bambu (gedek/tabing), yang digunakan untuk tempat belajar-mengajar mengenai pengetahuan agama.

Diawal-awal pendirian musholah, santrinya masih ada 3 orang. Mereka adalah santri “kalong”, tidak menetap di sana.


Setelah cukup beradaptasi dengan kehidupan di kampung Langai dan Situbondo pada umumnya. Tri mulai tergerak untuk semakin mengembangkan dunia pendidikan. Ia melihat kebanyakan anak-anak dan remaja di Situbondo, pendidikannya masih rendah. Banyak anak lulusan SD dan SMP sudah dinikahkan oleh orang tuanya. Mereka tidak punya kesempatan untuk meraih jenjang pendidikan yang lebih




Pada bulan April 2009, Tri berinisiatif untuk mengumpulkan warga kampung Langai. Tujuannya untuk mewakafkan musholah menjadi masjid kepada warga, membuat yayasan Nurul Akbar, membangun sekolah PAUD, Raudhatul Anfal (RA), dan Madrasah Ibtidaiyah sebagai sarana ibadah dan pendidikan. Secara kompak, warga menyarankan Tri untuk menjadi pengasuh sekaligus pimpinannya.

Memang tidak mudah untuk mengajak warga berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pendidikan. Tetapi dengan sabar, rintisan PAUD, RA, dan MI-nya mulai menjaring siswa. Kemudian, Ia juga berhasil mengajak ibu-ibu di kampung dan perumahan untuk membuat pengajian muslimat setiap hari Jumat.

Selama proses pengembangan yayasan Nurul Akbar, Tri memanfaatkan jaringan pertemanannya. Ia berangkat ke Jakarta untuk menggalang bantuan hibah untuk pendidikan dan pembangunan sarana ibadah. Menurut pengakuannya, Ia mendapat bantuan dari beberapa jaringannya. Namun, jumlahnya tidak banyak, hanya cukup untuk kebutuhan masjid. Selebihnya, Ia menyisihkan dari hasil usahanya sendiri. Sedikit demi sedikit, Ia terus melakukan kerjasama dan merangkul investor - investor untuk ikut mengembangkan lembaga pendidikannya.

Sekarang yayasan Nurul Akbar sudah semakin berkembang. Santrinya bertambah menjadi 8 orang, siswa/siswi RA, MI, dan PAUD-nya berjumlah sekitar 82 anak.

Rencana ke depannya, Ia ingin menciptakan lingkungan pesantrennya berbasis masyarakat. Akan ada taman-taman bacaan untuk warga dan santri, termasuk kegiatan hafalan Al-Quran. Dari segi perekonomian, Ia ingin membangun koperasi yang juga bisa dimanfaatkan warga dan santri.


Setiap konsepsi mengenai masa depan yang ada dalam pikirannya, tidak pernah menjadi beban baginya. Ia tidak pernah risau, karena selalu menyandarkan pada keyakinan bahwa Allah SWT akan senantiasa membantu mengabulkan niatnya. Segala sesuatu pada dirinya selalu dipandang sebagai rahmat dari Allah.


Oleh karena itu, Tri selalu terlihat santai dan bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Tetapi, sampai sekarang, Ia masih belum mau disebut kyai. Alasannya, pengetahuan agama yang dimiliki masih belum seberapa. Itulah ciri kerendahan hati yang ditunjukkan olehnya. []
Pak Tri

Latihan Puisi

Anak-anak Kampung Langai sedang asik bermain, berkumpul di rumah baca Damar Aksara. Ada yang memetik gitar, baca buku dan sebagainya. Mereka ditemani Detha yang juga mengajarkan mereka untuk mambaca puisi yang akan ditampilkan pada saat acara Festival Kampung Langai.


Pelestari Kisah-kisah Kehidupan


“Macopat neka essena careta odi'na manossa. Sareng dhuwa-dhuwa kasalamettan. Tojjuanna manyingla manossa dari ate-ate se jube', mon ekatarema sareng Allah.”

Namanya Muttahir. Sekarang sudah berumur 65 tahun. Ia adalah salah satu pelaku seni tradisi Macopat yang tinggal di kampung Langai. Ia lahir dan besar di kampung Langai. Istrinya seorang tunanetra dan mereka masih belum dikaruniai anak. Selama 49 tahun, Muttahir tekun melakukan Macopat. Biasanya diundang oleh masyarakat yang mengadakan selamatan ruwat (arokat). Ritual arokat tujuan utamanya adalah untuk memohon doa keselamatan. Baik keselamatan anak, pengantin, pekarangan, dan keluarga. Muttahir melakukan tradisi Macopat dibantu oleh temannya; pak Kus, pak Ram, dan pak Bayu. Mereka bergantian membaca kitab Macopat yang menceritakan tentang kisah-kisah. Kisah mengenai Pandawa Lima, Kalimasodo, silsilah nabi, dan sejarah penyebaran agama Islam.

Sampai sekarang, meskipun usia mereka sama-samasudah lanjut, masih sering dapat undangan untuk Macopat. Seringnya di wilayah sekitaran Kecamatan Panarukan dan Situbondo. Imbalan yang didapat sekali melakukan Macopat sebesar 400 ribu. Lalu imbalannya dibagi rata di antara mereka. Saat kami mendatangi rumah Muttahir. Sedikit Ia membacakan kisah dalam kitab Macopat. Suaranya merdu dan menenangkan. Selama berbincang dengan Muttahir, Ia lebih banyak mendominasi pembicaraan. Bercerita banyak tentang kisah-kisah sejarah Islam hubungannya dengan tradisi. Ia menerangkan tentang cerita dan ritus dalam tradisi Hindu yang dimodifikasi oleh sunan Kalijogo. Sunan Kalijogo sebagai penyebar Islam tidak menghancurkan tradisi Hindu, tapi Ia menyerapnya, lalu disesuaikan dengan akidah Islam. Sehingga lahirlah kisah-kisah dalam Macopat tentang kehidupan tradisi dan agama.


Muttahir adalah pelestari seni tradisi Macopat yang memang berkembang di masyarakat Situbondo. Sejak dulu, masyarakat Situbondo biasa melakukan rokat sebagai bentuk kepercayaan religius mereka. Tetapi, akhir-akhir ini, menurut Muttahir, sudah tidak sebanyak dulu orang-orang yang arokat menggunakan Macopat. Mereka menggantinya dengan pengajian-pengajian. Ketika ditanya tentang kelanjutan tradisi Macopat yang Ia tekuni sampai sekarang. Ia hanya menjawabnya dengan suara datar, “samangken ampon sobung nak-kanak ngode se nerrosagi tradisi Macopat”. []



Aktivitas




Sebagian aktivitas sehari-hari warga Kampung Langai Situbondo

Permainan Bulu Tangkis




Badminton merupakan salah satu permainan yang diminati Mamat dan kawan-kawannya. Biasaya ia bermain di waktu sore

Pengarajin Gazebo Bambu




Salah satu karya yang patut diacungi jempol. Sebuah Gazebo yang dibuat dari Bambu dengan rancangan beraneka ragam. Biasanya pembuatan ini dilakukan selama 1 - 2 minggu.