Pesantren Berbasis Lingkungan Di Situbondo

23.58 Redaksi 0 Comments

(Kabar dan Literasi Damar Aksara 2014)

“Syarat untuk menggeluti dan memajukan dunia pendidikan dan kegiatan keagamaan adalah harus ikhlas,lalu sabar.”

Di kampung Langai terdapat satu yayasan bernama Nurul Akbar yang bergerak di bidang pendidikan dan keagamaan. Pengasuhnya adalah Tri Pujiantoro berumur 45 tahun. Profesi sehari-harinya selain sebagai pengasuh yayasan, juga sebagai guru di SMA 1 Kapongan dan dosen di pesantren milik Habib Mustofa (Peleyan-Kapongan).

Tri bercita-cita untuk mengembangkan yayasannya menjadi pesantren berbasis lingkungan. Ia ingin membangun pola pikir bahwa pendidikan dan kegiatan keagamaan harus mengutamakan perbaikan akhlak. Sejatinya manusia hidup seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.


Innama Bu'itstu Li Utammima Makarim (Shalihal) A l- Akhlaq. “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus Allah untuk menyempurnakan kemuliaan (kesalehan) akhlak.” Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Anas Ibn Malik. Sebagai perintis pesantren berbasis lingkungan, Ia tidak menyarankan santri-santrinya menginap di pondok. Mereka diajarkan mengenai pengertian dasar pesantren, bahwa menuntut ilmu bisa dimana saja, tanpa dibatasi pada ruang dan tempat. Jadi, konsepnya adalah membentuk pola pikir santri untuk terus menggali pengetahuan agama dan memperbaiki akhlak dalam kehidupan nyata di masyarakat. Harapannya setiap santri bisa ikut terlibat aktif dalam menjaga kebaikan dan kemaslahatan umat.

###

Tri dan keluarga mulai bertempat tinggal di kampung Langai sejak tahun 2006. Di tahun itu pula, Ia mulai membangun musholah. Musholahnya masih sederhana, terbuat dari bambu (gedek/tabing), yang digunakan untuk tempat belajar-mengajar mengenai pengetahuan agama.

Diawal-awal pendirian musholah, santrinya masih ada 3 orang. Mereka adalah santri “kalong”, tidak menetap di sana.


Setelah cukup beradaptasi dengan kehidupan di kampung Langai dan Situbondo pada umumnya. Tri mulai tergerak untuk semakin mengembangkan dunia pendidikan. Ia melihat kebanyakan anak-anak dan remaja di Situbondo, pendidikannya masih rendah. Banyak anak lulusan SD dan SMP sudah dinikahkan oleh orang tuanya. Mereka tidak punya kesempatan untuk meraih jenjang pendidikan yang lebih




Pada bulan April 2009, Tri berinisiatif untuk mengumpulkan warga kampung Langai. Tujuannya untuk mewakafkan musholah menjadi masjid kepada warga, membuat yayasan Nurul Akbar, membangun sekolah PAUD, Raudhatul Anfal (RA), dan Madrasah Ibtidaiyah sebagai sarana ibadah dan pendidikan. Secara kompak, warga menyarankan Tri untuk menjadi pengasuh sekaligus pimpinannya.

Memang tidak mudah untuk mengajak warga berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pendidikan. Tetapi dengan sabar, rintisan PAUD, RA, dan MI-nya mulai menjaring siswa. Kemudian, Ia juga berhasil mengajak ibu-ibu di kampung dan perumahan untuk membuat pengajian muslimat setiap hari Jumat.

Selama proses pengembangan yayasan Nurul Akbar, Tri memanfaatkan jaringan pertemanannya. Ia berangkat ke Jakarta untuk menggalang bantuan hibah untuk pendidikan dan pembangunan sarana ibadah. Menurut pengakuannya, Ia mendapat bantuan dari beberapa jaringannya. Namun, jumlahnya tidak banyak, hanya cukup untuk kebutuhan masjid. Selebihnya, Ia menyisihkan dari hasil usahanya sendiri. Sedikit demi sedikit, Ia terus melakukan kerjasama dan merangkul investor - investor untuk ikut mengembangkan lembaga pendidikannya.

Sekarang yayasan Nurul Akbar sudah semakin berkembang. Santrinya bertambah menjadi 8 orang, siswa/siswi RA, MI, dan PAUD-nya berjumlah sekitar 82 anak.

Rencana ke depannya, Ia ingin menciptakan lingkungan pesantrennya berbasis masyarakat. Akan ada taman-taman bacaan untuk warga dan santri, termasuk kegiatan hafalan Al-Quran. Dari segi perekonomian, Ia ingin membangun koperasi yang juga bisa dimanfaatkan warga dan santri.


Setiap konsepsi mengenai masa depan yang ada dalam pikirannya, tidak pernah menjadi beban baginya. Ia tidak pernah risau, karena selalu menyandarkan pada keyakinan bahwa Allah SWT akan senantiasa membantu mengabulkan niatnya. Segala sesuatu pada dirinya selalu dipandang sebagai rahmat dari Allah.


Oleh karena itu, Tri selalu terlihat santai dan bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Tetapi, sampai sekarang, Ia masih belum mau disebut kyai. Alasannya, pengetahuan agama yang dimiliki masih belum seberapa. Itulah ciri kerendahan hati yang ditunjukkan olehnya. []
Pak Tri

0 komentar: