Pesantren Berbasis Lingkungan Di Situbondo
(Kabar
dan Literasi Damar Aksara 2014)
“Syarat
untuk menggeluti dan memajukan dunia pendidikan dan kegiatan keagamaan adalah
harus ikhlas,lalu sabar.”
Di
kampung Langai terdapat satu yayasan bernama Nurul Akbar yang bergerak di
bidang pendidikan dan keagamaan. Pengasuhnya adalah Tri Pujiantoro berumur 45
tahun. Profesi sehari-harinya selain sebagai pengasuh yayasan, juga sebagai guru
di SMA 1 Kapongan dan dosen di pesantren milik Habib Mustofa
(Peleyan-Kapongan).
Tri
bercita-cita untuk mengembangkan yayasannya menjadi pesantren berbasis
lingkungan. Ia ingin membangun pola pikir bahwa pendidikan dan kegiatan
keagamaan harus mengutamakan perbaikan akhlak. Sejatinya manusia hidup seperti
yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Innama
Bu'itstu Li Utammima Makarim (Shalihal) A l- Akhlaq. “Sesungguhnya aku
(Muhammad) diutus Allah untuk menyempurnakan kemuliaan (kesalehan) akhlak.”
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Anas Ibn Malik. Sebagai perintis pesantren
berbasis lingkungan, Ia tidak menyarankan santri-santrinya menginap di pondok.
Mereka diajarkan mengenai pengertian dasar pesantren, bahwa menuntut ilmu bisa dimana
saja, tanpa dibatasi pada ruang dan tempat. Jadi, konsepnya adalah membentuk
pola pikir santri untuk terus menggali pengetahuan agama dan memperbaiki akhlak
dalam kehidupan nyata di masyarakat. Harapannya setiap santri bisa ikut
terlibat aktif dalam menjaga kebaikan dan kemaslahatan umat.
###
Tri
dan keluarga mulai bertempat tinggal di kampung Langai sejak tahun 2006. Di
tahun itu pula, Ia mulai membangun musholah. Musholahnya masih sederhana,
terbuat dari bambu (gedek/tabing), yang digunakan untuk tempat belajar-mengajar
mengenai pengetahuan agama.
Diawal-awal
pendirian musholah, santrinya masih ada 3 orang. Mereka adalah santri “kalong”,
tidak menetap di sana.
Setelah
cukup beradaptasi dengan kehidupan di kampung Langai dan Situbondo pada
umumnya. Tri mulai tergerak untuk semakin mengembangkan dunia pendidikan. Ia
melihat kebanyakan anak-anak dan remaja di Situbondo, pendidikannya masih
rendah. Banyak anak lulusan SD dan SMP sudah dinikahkan oleh orang tuanya.
Mereka tidak punya kesempatan untuk meraih jenjang pendidikan yang lebih
Pada
bulan April 2009, Tri berinisiatif untuk mengumpulkan warga kampung Langai.
Tujuannya untuk mewakafkan musholah menjadi masjid kepada warga, membuat
yayasan Nurul Akbar, membangun sekolah PAUD, Raudhatul Anfal (RA), dan Madrasah
Ibtidaiyah sebagai sarana ibadah dan pendidikan. Secara kompak, warga
menyarankan Tri untuk menjadi pengasuh sekaligus pimpinannya.
Memang
tidak mudah untuk mengajak warga berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
pendidikan. Tetapi dengan sabar, rintisan PAUD, RA, dan MI-nya mulai menjaring
siswa. Kemudian, Ia juga berhasil mengajak ibu-ibu di kampung dan perumahan
untuk membuat pengajian muslimat setiap hari Jumat.
Selama
proses pengembangan yayasan Nurul Akbar, Tri memanfaatkan jaringan
pertemanannya. Ia berangkat ke Jakarta untuk menggalang bantuan hibah untuk
pendidikan dan pembangunan sarana ibadah. Menurut pengakuannya, Ia mendapat
bantuan dari beberapa jaringannya. Namun, jumlahnya tidak banyak, hanya cukup
untuk kebutuhan masjid. Selebihnya, Ia menyisihkan dari hasil usahanya sendiri.
Sedikit demi sedikit, Ia terus melakukan kerjasama dan merangkul investor -
investor untuk ikut mengembangkan lembaga pendidikannya.
Sekarang
yayasan Nurul Akbar sudah semakin berkembang. Santrinya bertambah menjadi 8
orang, siswa/siswi RA, MI, dan PAUD-nya berjumlah sekitar 82 anak.
Rencana
ke depannya, Ia ingin menciptakan lingkungan pesantrennya berbasis masyarakat.
Akan ada taman-taman bacaan untuk warga dan santri, termasuk kegiatan hafalan
Al-Quran. Dari segi perekonomian, Ia ingin membangun koperasi yang juga bisa
dimanfaatkan warga dan santri.
Setiap
konsepsi mengenai masa depan yang ada dalam pikirannya, tidak pernah menjadi
beban baginya. Ia tidak pernah risau, karena selalu menyandarkan pada keyakinan
bahwa Allah SWT akan senantiasa membantu mengabulkan niatnya. Segala sesuatu
pada dirinya selalu dipandang sebagai rahmat dari Allah.
Oleh
karena itu, Tri selalu terlihat santai dan bersemangat dalam menjalani
kehidupannya. Tetapi, sampai sekarang, Ia masih belum mau disebut kyai.
Alasannya, pengetahuan agama yang dimiliki masih belum seberapa. Itulah ciri
kerendahan hati yang ditunjukkan olehnya. []
Pak Tri
0 komentar: